Senin, 01 September 2014

KEGAGALAN SUHU TINGGI PIPA BURNER FEED NATURAL GAS (High temperature failure of natural gas feed burner pipe by S. Kaewkumsai, W. Khonraeng, N. Sathirachinda)

I.                   LATAR BELAKANG
1.    Krisis energi karena harga minyak yang meningkat yang menyebabkan biaya produksi meningkat untuk industri Thailand, terutama untuk plant yang memiliki produktivitas yang tinggi.
2.    Penggunaan gas alam sebagai bahan bakar alternatif karena biaya yang relatif rendah dan fluks panas tinggi.
3.    Terjadi kegagalan pipa dan nozel untuk feed gas alam
4.    Pipa terbuat dari SS AISI 310 yang tahan panas mengalami rusak parah setelah beroperasi 1 bulan.
5.    Kerusakan dari pipa burner tersebut terjadi dalam waktu relatif singkat terhadap biaya downtime dan penggantian

II.                TUJUAN
Mengetahui penyebab kegagalan pada pipa burner untuk feed gas alam.

III.             EXPERIMENTAL
1.      Data Historical & sampling of material
Data yang diperlukan adalah :
- Karakteristik material pipa (diameter luar, ketebalan, panjang, tekanan pipa, temperatur operasional pipa)
- Karakteristik produk yang mengalir dalam pipa
2. Visual Inspection.
- On-site investigasi dilakukan untuk memantau kondisi termasuk pengukuran temperatur dengan menggunakan inframerah pyrometer.
- Pengukuran ketebalan yang dilakukan untuk mengevaluasi pengurangan material menggunakan caliper vernier.
3. Mechanical Test (Destructive Test)
- Pengujian mekanik yang dilakukan adalah test mikro-kekerasan Vickers dengan beban 300 g yang digunakan untuk memperoleh profil kekerasan sepanjang penampang untuk mengkonfirmasi perilaku karburisasi.
4. Selection, Identification of Specimen
Koleksi spesimen untuk pengujian laboratorium.
5.Macroscopic analysis (fracture surface, secondary crack)
- Pipa yang dipilih telah dikaji dengan teliti secara visual menggunakan mikroskop stereo untuk mengidentifikasi karakteristik kegagalan yang terjadi.
6. Microscopic analysis
- Struktur dan morfologi permukaan dari spalling skala diteliti dengan menggunakan difraksi sinar-X (XRD) dan mikroskop elektron (SEM)
7.Selection an preparation of sample metallographic
- Sampel dipotong cross-sectional dan siap untuk analisis mikrostruktur mengikuti langkah-langkah sebagai berikut : cold mounting di resin, grinding dengan kertas silikon karbida, polishing dengan suspensi berlian, dan etsa dalam larutan yang mengandung salah satu bagian dari HNO3 dan empat bagian HCl dengan H2O2 sebagai katalis.
- Analisis mikrostruktur dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya yang dipantulkan dan SEM bersama dengan microanalyses kimia dengan spektroskopi dispersif energi (EDS).
8. Chemical analysis
- Analisa komposisi pipa yang rusak menggunakan spark emission spektrometer kemudian dibandingkan dengan spesifikasi

IV.             HASIL
1.      Data Historical & sampling of material.
a)    Karakteristik material pipa (diameter luar, ketebalan, panjang, tekanan pipa, temperatur operasional pipa)
-  Pipa terbuat dari SS AISI 310
-  Design pipa memiliki diameter luar 34 mm, ketebalan 3,5 mm, dan panjang sekitar 1 m.
-  Design tekanan pipa sampai dengan 100 mbar di atas tekanan atmosfer.
-  Suhu awal dalam pipa adalah di kisaran 313-323º K.
-  Design pipa di bagian eksternal dipanaskan maksimal suhu 1173 º K.
b)                    Karakteristik produk yang mengalir dalam pipa
- Gas alam terdiri dari CH4 (75%), CO2 (13%) dan sejumlah kecil hidrokarbon
2. Visual Inspection.
- Selama operasi berjalan ujung pipa menunjukkan warna oranye-kuning. (Gambar 1)
-  Suhu permukaan luar pipa di kisaran 1323-1373ºK (lebih tinggi dari design (1173 ºK))
Suhu di dalam tungku dimonitor menggunakan pyrometer inframerah yaitu sebesar 2003ºK.
-    Degradasi sebagian besar ditemukan pada permukaan bagian dalam di ujung(Gambar 2.a). Ini mengindikasikan bahwa pipa terkena lingkungan carburising parah.
-   Scale terbentuk dan berwarna hitam keabu-abuan dengan ketebalan sekitar 0,4-0,5 mm serta terpisah dari material dasar yang diamati (Gambar 2b). Pemeriksaan spalling scale mengungkapkan karakteristik deposite karbon atau coke dan partikel logam.
-   Tidak ditemukan keretakan dan penggembungan material.
Pengukuran ketebalan dari pipa yang mengalami failure menunjukkan bahwa berkurang dari 3,5 mm sampai 2,8 mm. Hal ini menunjukkan bahwa spallation scale dengan cepat dihapus dari permukaan dan kegagalan pipa  baru dapat diamati setelah satu bulan.

3. Mechanical Test (Destructive Test)
- Karena kekerasan adalah salah satu teknik uji yang digunakan untuk menggambarkan perilaku karburisasi, sejumlah pengukuran diberbagai lokasi di sepanjang penampang dari pipa burner dilakukan dengan tujuan untuk menentukan variasi nilai kekerasan. Pengerasan karena karburisasi signifikan pada permukaan terdalam dari pipa, yang terkena lingkungan yang mengandung karbon. Kekerasan permukaan bagian dalam, terutama pada lapisan terdegradasi, ditemukan lebih besar daripada semi-thickness dan permukaan luar (Gambar. 13). Tingginya nilai kekerasan daerah yang rusak sesuai dengan presipitasi karbida pada batas butir austenit dan dalam grain interior karena karbon mengambilnya dari lingkungan karburasi.
4. Microscopic analysis
- Morfologi permukaan spalling scale diperiksa pada scale / dasar material dan scale / gas interface dengan menggunakan SEM.
- Pada antarmuka scale/base material, penampilan matriks berpori hitam dengan berbagai jenis precipitated compound/deposito putih(Gambar. 4a). Analisis EDS dari matriks berpori hitam menunjukkan kandunga karbon yang tinggi (Gambar. 4b). Spektrum EDS dari deposito putih menunjukkan kandungan kromium yang tinggi, dan sejumlah kecil karbon dan oksigen (Gambar. 4c) yang diasumsikan dalam bentuk kromium oksida dan kromium karbida.
- Morfologi scale / gas interface muncul sebagai deposisi kokas (Gambar 5a). Dari Spectrum EDS menunjukkan kandungan karbon yang tinggi dan sejumlah kecil oksigen (Gambar. 5b). 
- Investigasi dengan perbesaran yang lebih tinggi menunjukkan terdapatnya permukaan berpori dengan beberapa white presipitate (Gambar 6). Kehadiran pori-pori dalam spalling scale menunjukkan ketidakmampuan paduan untuk membentuk lapisan pelindung secara terus menerus. Oleh karena itu, karbon ingression ke material dan subsequent precipitation karbida dapat terjadi.
5.Selection an preparation of sample metallographic
   - Pipa yang mengalami failed memiliki tiga zona yang berbeda, bagian ujung, zona tengah, dan bagian yg rusak.
- Pipa tersebut dibandingkan dengan pipa yang tidak terpakai sebagai sampel referensi.
- Analisis cross-sectional (Gambar 7a) dari dinding luar ujung menunjukkan adanya grain coarsening dan presipitasi karbida pada batas butir serta dalam butir (Gambar 7b). Oksidasi batas butir juga ditemukan pada permukaan dinding luar pipa. Mikrostruktur analisis semithickness pipa mengungkapkan ukuran butir lebih kecil dari permukaan terluar(Gambar 7c). Penyelidikan mikrostruktur pada dinding pipa bagian dalam (Gambar 7d) yang terkena gas panas menunjukkan presipitate tersebar dan sangat halus baik di batas butir dan di dalam grains. Ini menunjukkan bahwa degradasi pada permukaan terjadi lebih parah daripada bagian lain. Pemeriksaan pada perbesaran yang lebih tinggi
menggunakan SEM mengungkapkan pemisahan karbida
(Gambar. 8). Selain itu, blocky carbide particles hadir dalam matriks yang kaya zat besi di mana konsentrasi Cr turun menjadi 12,38% wt. Fase presipitate yang kaya Cr menyebabkan deplesi kromium seperti yang dapat dilihat pada spektrum (Gambar. 9). Pengamatan struktur mikro dari zona tengah (Gambar 10) dan area unfailed (Gbr. 11) menunjukkan tingkat degradasi yang lebih rendah dari bagian ujung. Analisis mikrostruktur pipa yang tidak terpakai (Gbr. 12) mengungkapkan struktur austenit adalah ciri khas SS AISI 310. Presipitasi karbida tidak ditemukan baik pada batas butir maupun di dalam grain.
6. Chemical analysis
- Komposisi kimia dari spesimen diuji menggunakan spark emisi spektrometer disajikan pada Tabel 1.

-   Hasil sesuai dengan spesifikasi standar AISI 310.
-   Identifikasi struktur skala spalling menggunakan XRD dengan Cu sebagai sumber radiasi untuk mengkarakterisasi struktur fase. Hal ini dapat dilihat bahwa scale sebagian besar terdiri dari kromium oksida dan chromium- iron karbida seperti ditunjukkan pada Gambar. 3. Senyawa-senyawa tersebut sering terbentuk pada permukaan paduan terkena lingkungan karburasi.

V.                PEMBAHASAN
Fenomena degradasi ini sering terjadi di paduan tahan panas pada lingkungan karbon suhu tinggi. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa ujung pipa rusak berat akibat scale separation dan spallation bersama dengan deposisi kokas pada permukaan bagian dalam. Ini menyebabkan penyumbatan nosel dan furnace menjadi shutdown. Faktor utama yang mempengaruhi karburisasi adalah paduan komposisi, service temperature, dan komposisi atmosfer. AISI 310 stainless steel dapat mengembangkan dan mempertahankan film oksida kromium bila terkena suhu di bawah 1.423º K dan 1.298º K di lingkungan pengoksida bebas sulfur untuk yang beroperasi terus menerus dan non-kontinyu. Dalam sulfur tinggi (100 mg/m3), baja ini dapat memiliki film oksida kromium ketika service temperature di bawah 1.373 º K dan 1.248 º K untuk yang beroperasi terus menerus dan non-kontinyu. Namun, kegagalan karena karburisasi dapat terjadi ketika menggunakan paduan ini pada suhu tinggi (> 1.323 º K) pada carbon bearing atmosphere. Agresif Lingkungan diinduksi oleh tekanan parsial oksigen yang rendah dan potensial karbon yang tinggi. Kondisi ini memberikan kontribusi terhadap transformasi lapisan kromia terus menerus untuk melindungi lapisan berpori kurang melindungi seperti yang terlihat di spalling scale  SEM(Gbr. 6). Pemantauan suhu juga menegaskan service temperature yang tinggi dalam kiln, yang merupakan penyebab overheating di bagian ujung pipa. Analisis struktural spalling scale dengan XRD menunjukkan bahwa kandungan utama adalah kromium oksida dan kromium-besi karbida. Pengamatan ini menunjukkan bahwa material dapat membentuk sebuah film oksida kromium di permukaan pada keadaan awal eksposur. Namun, karena agresivitas yang sangat mengurangi lingkungan, lapisan oksida berubah menjadi karbida berpori diskontinyu. Lapisan permukaan berpori terus tumbuh dan memfasilitasi difusi ke dalam karbon, menyebabkan fase extensive presipitate chromium-rich. Penambahan kandungan silicon yang tinggi (1-3% berat) dalam paduan ini dianjurkan untuk meningkatkan ketahanan oksidasi suhu tinggi. Karburisasi terjadi sebagai akibat dari difusi karbon dari lingkungan karbon bearing menjadi material yang tidak terlindungi yang menyebabkan presipitate internal carbide. Karbida ini menyebabkan penurunan keuletan dan ketangguhan bahan. Analisis mikrostruktur disebagian besar pipa yang rusak parah menunjukkan bahwa permukaan dalam pipa mengalami perubahan mikrostruktur. Selain itu, segregasi face kromium-rich juga ditemukan. Hal ini mengindikasikan serangan karburisasi. Hal ini diyakini bahwa presipitasi karbida hadir dalam bentuk seperti yang terlihat pada Gambar. 8. Pertumbuhan karbida memerlukan difusi kromium dari matriks sekitarnya. Deplesi kromium disebabkan kandungan besi dan peningkatan fase matriks, yang lebih rentan terhadap serangan oksidasi dan karburisasi di daerah ini. Pada penelitian ini, menggunakan EDS menunjukkan kadar krom rendah yaitu 12,38% wt (Gbr. 9). Hal ini mengganggu kemampuan bahan untuk mengembangkan film oksida terus menerus. Namun, ketersediaan kromium lanjut dalam material memungkinkan memicu pertumbuhan presipitate karbida. Tingkat presipitasi karbida serta kuantitas dan ukuran karbida tergantung pada service temperature, terutama pada suhu di atas 1.173 º K. Selain itu, kehadiran grain coarsening di permukaan terluar( Gambar. 7b) menyebabkan overheating. Dalam hal ini, service temperature di kisaran 1323-1373 º K. Oleh karena itu, kegagalan pipa feed gas alam terjadi hanya 1 bulan. Umumnya, pembakaran gas hidrokarbon dalam pipa dapat menciptakan karburasi lingkungan tergantung pada kondisi operasi. Telah dilaporkan bahwa, perlawanan karburisasi AISI 310 stainless steel cenderung meningkat dicampuran pengoksidasi / karburasi lingkungan pada suhu di bawah 1.273 º K karena pembentukan lapisan kromium /besi-oksida pada permukaan alloy secara terus menerus. Karena desain dan / atau faktor pengendali, suhu di bagian ujung umum lebih tinggi dari suhu desain dan lingkungan di dalam pipa terjadi karburasi atmosfer. Lingkungan menyerang batas butir, sehingga melepaskan butir sebagai debu partikel logam dan grafit. Selanjutnya, dalam proses pirolisis dari gas alam, bebas karbon yang dihasilkan oleh reaksi CH4 = 2H2 + C  dan oleh dekomposisi meta-stabil karbida besi menjadi besi dan karbon (Fe3C = 3Fe + C) juga deposito sebagai kokas pada permukaan pipa internal. Dalam studi ini, permukaan pipa dalam ditutupi dengan partikel karbon  yang relatif tebal (Gambar. 5a). Ini bertindak sebagai isolator termal, dan juga memicu difusi karbon dan pengendapan karbida sekunder dalam paduan dengan interaksi langsung antara difusi karbon dan kromium dalam lapisan permukaan. Oleh karena itu, deteksi dari dekomposisi paduan menjadi partikel logam dan kokas dalam pipa memverifikasi bahwa paduan telah mengalami proses korosi temperature tinggi.  Kombinasi termal dan tekanan mekanis dapat mempercepat separation dan spallation dari lapisan terdegradasi, yang mengarah ke berkurangnya ketebalan periodik. Dalam karya ini, diyakini bahwa spallation lapisan terdegradasi terus sekitar pengurangan 20% dari ketebalan pipa dalam waktu 1 bulan. Telah dilaporkan bahwa kerusakan terjadi seketika saat pengurangan ketebalan dikombinasikan dengan kedalaman karburisasi melebihi kisaran kritis. Secara umum, kegagalan paduan tahan panas terjadi ketika kedalaman mencapai 30-50% dari ketebalan asli. Dalam penelitian ini, pengukuran ketebalan menunjukkan bahwa kedalaman lapisan karburisasi dan hilangnya logam dari spallation untuk 1/3 dari ketebalan pipa, yang menunjukkan bahwa materi telah mengalami kondisi yang ekstrim. Kepadatan karbida  yang tinggi dan nilai kekerasan yang cukup tinggi pada sisi pipa yang menjadi sasaran gas panas juga menunjukkan perilaku karburisasi. Kegagalan karena degradasi pada suhu tinggi baja umumnya disebabkan oleh kontrol yang tidak tepat pada burning kondisi,misalnya, kelebihan karbon selama operasi suhu tinggi dan / atau pemilihan material tidak cocok. Oleh karena itu, dalam rangka untuk mencegah modus kegagalan tersebut di masa mendatang, perlu untuk memeriksa suhu di bagian ujung pipa secara berkala dan salah satu harus memastikan bahwa suhu operasi tidak melebihi nilai desain. Redesain burner dengan pendinginan intrinsik melalui udara pada permukaan luar untuk mengurangi suhu dalam tube juga dianjurkan. Modifikasi kondisi operasi juga dianjurkan. Jika kondisi pembakaran dalam tungku tidak dapat diubah, maka disarankan penggantian material dengan yang higher heat resisting.
VI.             KESIMPULAN
Pipa SS AISI 310 yang mengalami kegagalan karena karburisasi dan metal dusting pada permukaan bagian dalam yang disebabkan suhu operasional melebihi batas desain (1173ºK) di lingkungan karbon bearing. Hal ini pada extensive spallation mengakibatkan percepatan oksidasi dan karburisasi pada pipa burner, yang secara signifikan mengurangi service life material. Suhu burner dilingkungan oksidasi / karburasi campuran direkomendasikan untuk berada di bawah 1173º K sehingga dapat terjadi pembentukan lapisan oksida pelindung secara terus menerus. Jika hal ini tidak dapat dicapai, maka direkomendasikan untuk mengganti material ke grade material yang lebih tinggi.
VII.          REKOMENDASI LANGKAH / ANALISIS TAMBAHAN
1.      Pada tahap experimental dilakukan tahap Selection, Identification of Specimen dengan mengkoleksi spesimen untuk pengujian laboratorium dan tahap Macroscopic analysis (fracture surface, secondary crack) dengan Pipa yang dipilih dikaji dengan teliti secara visual menggunakan mikroskop stereo untuk mengidentifikasi karakteristik kegagalan yang terjadi tetapi tidak diberikan hasilnya atau ditunjukkan hasilnya (buktinya).
2.      Pada tahap selection, identification of specimen maka :
*   Proses ini harus dilakukan dengan hati-hati agar permukaan patahan tetap pada kondisi saat patah (tidak terpengaruh oleh akibat luar, seperti terkena panas, terbentur benda keras dll.).
*   Karena pipa yang mengalami failure terdapat scale maka harus dilindungi dari pengaruh lingkungan dengan menempatkan sampel kedalam desikator.
3.      Pada tahap Macroscopic analysis maka :
*   Pengamatan dilakukan pada pembesaran 1X sampai dengan 50X (baik menggunakan mikroskop optik maupun SEM) agar Tekstur permukaan (penampakan) makroskopis yang berupa terang (light) atau abu-abu (grey) dan halus atau kasar, kristalin atau silky (sutera), granular atau fibrous (serat) dapat diamati sehingga dapat mengidentifikasi secara keseluruhan kerusakan yang terjadi.
4.      Dilakukan pengujian untuk mechanical properties antara lain :
*    Yield Strenght
*    Ultimate tensile Strength
*    Elongation
*    Reduction of area
Tujuan dari pengujain tersebut adalah untuk mengindikasikan suitable strength level untuk specified material dan eliminasi kemungkinan low tensile properties yang menyebabkan kerusakan.
5.   Langkah-langkah utama analisa kerusakan ada 13 langkah. Langkah-langkah dan status pemenuhan langkah tersebut dalam analisa kerusakan case diatas dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.

No
Langkah
Status pemenuhan
Keterangan
1
Mengumpulkan historical data dan memilih sampel.
Terpenuhi

2
Pengamatan visual dan mecatatnya.
Terpenuhi

3
Pengujian tak merusak (non destructive testing)
Tidak dilakukan
Perlu dilakukan untuk mengetahui kemungkinan terjadi retakan walaupun kecil dan mutu film pembentuk saat awal tereksposure



4
Pengujian mekanis (destructive testing)
Terpenuhi

5
Seleksi, identifikasi, melindungi dan membersihkan spesimen
Terpenuhi
Bukti tidak tercantumkan
6
Pengamatan makroskop dan analisa (fracture surface,
secondary crack dan fenomena permukaan lainnya.
Terpenuhi
Bukti tidak tercantumkan
7
Pengamatan mikroskopik
Terpenuhi

8
Seleksi dan preparasi sampel metalografi
Terpenuhi

9
Determinasi (menetapkan) mekanisme perpatahan
Terpenuhi
Karena degradasi maka mekanisme yang ditetapkan adalah mekanisme degradasi bukan perpatahan
10
Analisa Kimia
Terpenuhi

11
Analisa mekanika perpatahan (fracture mechanic)
Terpenuhi
Karena degradasi maka analisa mekanik yang ditetapkan adalah analisa mekanik degradasi bukan perpatahan
12
Pengujian khusus untuk men-simulasi kondisi kerja
Tidak dilakukan
Perlu dilakukan untuk mengetahui menurunkan kecepatan pengurangan ketebalan pipa,  membuktikan kebenaran rekomendasi untuk mengoperasikan suhu dibawah 1173º K dan pemilihan material untuk suhu operasi sampai 2500 º C
13
Analisa terhadap seluruh data (bukti), solusi dan rekomendasi
Terpenuhi


6.   Masuknya karbon dan presipitasi karbida menyebabkan peningkatan volume dan mengembangkan stres lokal dari ekspansi kisi. Karena perbedaan dalam ekspansi termal antara lapisan terdegradasi dan bahan dasar, retak dan separation dapat ditimbulkan dari siklus termal selama pemeliharaan furnace (start / stop siklus). Oleh karena ada kemungkinan retakan maka perlu dilakukan uji NDT. Uji NDT ini berfungi untuk menguji keretakan atau cacat material.
7.   Material SS AISI 310 dapat membentuk sebuah film oksida kromium di permukaan pada keadaan awal eksposur. Namun, karena agresivitas yang sangat mengurangi lingkungan, lapisan oksida berubah menjadi karbida berpori diskontinyu. Lapisan permukaan berpori terus tumbuh dan memfasilitasi difusi ke dalam karbon, menyebabkan fase extensive presipitate chromium-rich. Karburisasi terjadi sebagai akibat dari difusi karbon dari lingkungan karbon bearing menjadi material yang tidak terlindungi yang menyebabkan presipitate internal carbide. Karbida ini menyebabkan penurunan keuletan dan ketangguhan bahan. Oleh karena itu untuk mencegah disfusi karbon maka oksida kromium di permukaan pada keadaan awal eksposur.harus tetap dipertahankan sehingga diperlukan pengujian NDT yaitu uji penetrant. Uji penetrant ini untuk mengetahui mutu dari film dan keberadaan film oksida kromium. Dengan mengetahui mutu film dapat merekomendasikan pencegahan terjadinya karbida.
8.   Uji NDT yang perlu dilakukan antara lain :
*      Uji Magnetik Partikel => untuk mendeteksi cacat bahan logam ferrous pada permukaan atau cacat sub surface.
*      Uji Penetrant => Untuk menentukan mutu film
9.   Kombinasi termal dan tekanan mekanis dapat mempercepat separation dan spallation dari lapisan terdegradasi, yang mengarah ke berkurangnya ketebalan periodik. Dalam karya ini, diyakini bahwa spallation lapisan terdegradasi terus sekitar pengurangan 20% dari ketebalan pipa dalam waktu 1 bulan. Perlu dilakukan simulasi kondisi kerja dalam skala lab untuk memperloeh rekomendasi cara penurunan kecepatan pengurangan ketebalan pipa.
10.         Temperature design material adalah 1173º K, perlu dilakukan simulasi kondisi kerja dalam skala lab untuk feed natural gas material dan temperature operasi disetting pada temperature 1173º K. Tujuannya adalah memastikan bahwa material SS AISI 310 dapat digunakan untuk  untuk feed natural gas material dan temperature operasi dibawah temperature 1173º K.
11.         Karena temperature operasi diatas temperature design maka direkomendasikan untuk mengganti material ke grade yang lebih tinggi. Sehingga setelah melakukan seleksi material maka perlu dilakukan simulasi kondisi kerja dalam skala lab untuk material yang sudah dipilih tersebut.
12.         Karena untuk simulasi kondisi kerja dalam skala lab untuk material dengan feed natural gas membutuhkan waktu relatif lama maka dapat juga dilakukan simulasi kondisi kerja melalui software dengan tingkat keakuratan masih dibawah simulasi kondisi kerja dalam skala lab.
13.         Sebelum melakukan pengujian maka alat uji harus dikalibrasi terlebih dahulu agar diperoleh hasil yang valid dan akurat. Jika alat tidak terkalibrasi maka dapat dilakukan dengan adanya faktor koreksi.
14.         Dalam pengujian, repetability dan reproducesibility perlu diperhatikan untuk menghasil nilai pengujian yang valid dan akurat.

15.         Ketepatan metode pengujian juga perlu diperhatikan agar menghasilkan nilai pengujian yang valid dan akurat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar